Japa mantra jalan pintas untuk berbagai masalah asmara, rumah tangga dan rejeki.
Mantra digunakan sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan, dan ada sebagai sebuah sugesti diri sendiri untuk menghimpun kekuatan psikologis.
Pada jaman dahulu saat masyarakat Jawa masih sangat kental dengan kehidupan dinamisme dan animisme, japa mantra merupakan kebutuhan pokok yang akan membantu seseorang untuk mencapai tujuannya.
Saya memiliki seorang tetangga yang piawai menaklukkan balita agar bisa melepas susuan pada ibunya hanya dengan media makanan atau minuman.
Ia komat-kamit merapal mantra dan meniupkan pada makanan dan minuman, lalu setelah makanan atau minuman dinikmati si bocah, maka lupalah si bocah pada nenen ibunya.
Dalam ilmu supranatural juga dikenal mantra-mantra gaib yang mampu membuka tabir penglihatan seseorang akan keadaan sebuah alam antah berantah, dan orang yang “aura penglihatannya’ telah dibuka, akan mampu menyaksikan fenomena makhluk gaib dengan mata telanjang.
Sebagaimana teori filsafat, bahwa hitungan hitungan tertentu bisa mempengaruhi kondisi metafisika, maka japa mantra merupakan sebuah formulasi kata dengan ukuran-ukuran tertentu sehingga mampu mengubah sebuah pola pandangan manusia terhadap sesuatu yang tak lazim menjadi biasa.
Seorang indigo diyakini mampu melihat masa depan bahkan masa lalu seseorang hanya dengan melihat mata, garis tangan, atau saat menerima jawaban dari sebuah pertanyaan.
Sehingga ia mampu merefleksikan sebuah gambaran gaib berupa simbol-simbol bayangan sebagai sebuah kejadian yang bisa dicerna secara nyata.
Mantra dalam bahasa Jawa yang digunakan untuk berbagai keperluan. Semisal untuk menolak pencuri agar tidak memasuki rumah kita.
Antara lain:
“Niat ingsun arep turu kasurku segara, kemulku mega, bantalku baya, ngisorku macan putih, kiw tengenku malaikat satus patangpuluh, samangsane ana wong gawe piala, ingsun gugahen”
Konon japa mantra ini akan memberikan manfaat bila sebelumnya dilakukan sebuah lelaku prihatin dengan puasa mutih 14 hari dan puasa pati geni sehari semalam dengan memulainya di hari selasa kliwon.
Konon japa mantra juga dilakukan untuk menaklukan makhluk gaib, tentunya dengan melakukan ritual tertentu terlebih dahulu.
Bahkan dalam kebiasaan masyrakat jawa japa mantra merupakan sebuah kebiasaan yang tak bisa hilang begitu saja karena telah melekat erat dalam kehidupan.
Lihat saja saat seseorang menghadapi ketakutan ketika ia harus melewati sebuah kuburan, maka akan terucap japa mantra “bismillahi setan ra doyan dhemit ra ndulit”
Setelah Islam datang, mantra-mantra gaib ini seakan terkikis dan berganti dan berganti dengan berbagai doa singkat sebagaimana diajarkan Nabi, meskipun dalam hal tertentu proses asilimilasi antara tradisi Jawa dan Islam ini tetap nampak dalam sebuah kolaborasi doa.
Di jaman modern seperti sekarang ini orang-orang yang memiliki japa mantra masih masih dicari dan kemampuannya digunakan untuk suatu keperluan.
Sebab saya juga memiliki seorang kawan yang menjual jasa mengalihkan hujan saat ada konser musik, acara pernikahan, maupun untuk keperluan bisnis. Sehingga meskipun sedang musim hujan, acara tetap bisa berlangsung karena hujan turun di tempat lain.
Percaya atau tidak, fenomena mantra ini masih ada di sekitar kita. Atau barangkali anda masih menggunakannya?